BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Tanaman
mempunyai kemampuan dalam menghasilkan senyawa kimia (Phytochemicals) yang bertanggung jawab dalam mekanisme pertahanan
tanaman terhadap predator, memberikan zat warna, rasa dan bau tanaman. Beberapa
tanaman menghasilkan senyawa kimia yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan
pengobatan. Istilah fitokimia biasanya digunakan untuk menunjukkan senyawa
yang terdapat pada tanaman yang tidak dibutuhkan
untuk fungsi normal tubuh tetapi mempunyai pengaruh terhadap kesehatan atau
peran aktif melawan penyakit. Salah satu senyawa kimia yang dihasilkan tanaman
adalah saponin.
Saponin merupakan senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan spesies tanaman yang berbeda, terutama tanaman dikotil
dan berperan sebagai bagian dari sistem pertahanan tanaman dan termasuk kedalam
kelompok besar molekul pelindung tanaman yang disebut Phytoanticipins
atau Phytoprotectans. Saponin
diketahui mempunyai efek sebagai antimikroba, menghambat jamur dan melindungi tanaman
dari serangan serangga. Saponin pada awalnya dianggap sebagai senyawa yang mempunyai
pengaruh negatif pada ternak dan manusia yang mengkonsumsinya.
Pada ternak ruminansia dan ternak domestikasi
lain, saponin pakan mempunyai pengaruh terhadap semua fase metabolisme, mulai dari
konsumsi pakan hingga pengeluaran kotoran. Saponin dapat menghambat kerja enzim
proteolitik yang menyebabkan penurunan kecernaan dan penggunaan protein.
Saponin dianggap
sebagai senyawa yang berperan dalam pembentukan buih
dalam ingesta rumen yang merangsang timbulnya bloat. Perkembangan terakhir, saponin disamping mempunyai sifat yang
merugikan ternyata banyak juga yang bersifat menguntungkan terhadap ternak.
Saponin dapat menurunkan kolesterol, mempunyai sifat sebagai antioksidan, antivirus
dan anti karsinogenik dan manipulator fermentasi rumen.
1.2. Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini yaitu :
-
Pembaca mengetahui salah satu jenis
anti-nutrisi yaitu Saponin
-
Pembaca mengetahui jenis-jenis tanaman
yang mengandung Saponin
-
Dan juga untuk memenuhi salah satu
syarat mata kuliah Agrostologi
1.3. Manfaat
Diharapkan
dengan selesainya penyusunan makalah ini, pembaca mampu mengetahui jenis-jenis
hijauan yang mengandung saponin. Sehingga saat menyusun ransum, dapat
meminimalkan kandungan saponin pada ransum.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Karakteristik Umum Saponin
Saponin merupakaan senyawa glikosida
kompleks dengan berat molekul tinggi yang dihasilkan terutama oleh tanaman, hewan
laut tingkat rendah dan beberapa bakteri. Istilah saponin diturunkan dari
bahasa Latin ‘sapo’ yang berarti sabun, diambil dari kata saponaria vaccaria , suatu tanaman yang mengandung saponin
digunakan sebagai sabun untuk mencuci. Saponin larut dalam air tetapi tidak larut
dalam eter. Saponin mengandung gugus gula terutama
glukosa, galaktosa, xylosa, rhamnosa atau methilpentosa yang berikatan dengan
suatu aglikon hidrofobik (Sapoganin) berupa triterpenoid, steroid atau steroid
alkaloid. Aglikon dapat mengandung satu atau lebih ikatan C-C tak jenuh. Rantai
oligosakarida umumnya terikat pada posisi C3 (Monodesmosidic), tetapi beberapa saponin mempunyai gugus gula
tambahan pada C26 atau C28 (Bidesmosidic).
Struktur
saponin yang sangat kompleks terjadi akibat bervariasinya struktur aglikon,
sifat dasar rantai dan posisi penempelan gugus gula pada aglikon. Steroid
saponin tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Hidrolisis
steroid saponin akan memberikan aglikon yang dikenal sebagai sarsaponin. Beberapa
contoh steroid saponin adalah Asparagosides, Avenocosides, Disogenin
(C23H22O6), Ecdysterone (C27H44O7), Tigogenin (C27H44O3).
Saponin triterpenoid tersusun atas suatu
triterpen (C30) dengan molekul karbohidrat. Hidrolisis saponin triterpenoid
akan memberikan aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini
merupakan derivat dari β- amyrine. Beberapa contoh saponin triterpenoid adalah Asiaticoside
(C48H78O18), Bacoside Cyclamin (C58H94O27), Glychyrhizin (C42H62O16),
Panaxadiol and panaxatriol.
Saponin terdapat pada berbagai spesies
tanaman, baik tanaman liar maupun tanaman budidaya. Pada tanaman budidaya,
saponin triterpenoid merupakan jenis yang utama, sedangkan saponin steroid umum terdapat pada
tanaman yang digunakan sebagai tanaman obat. Saponin triterpenoid selain
ditemukan pada beberapa kacang-kacangan seperti kedelai, buncis, kacang polong,
lucerne, juga pada teh, bayam, gula bit, bunga matahari dan ginseng. Saponin
steroid ditemukan pada oat, capsicum pepper, aubergine, biji tomat, asparagus,
umbi rambat, yucca dan ginseng.
Beberapa factor seperti umur fisiologis,
kondisi agronomi dan lingkungan dapat mempengaruhi kandungan saponin dalam
tanaman. Tanaman muda dalam suatu
spesies mempunyai kandungan saponin lebih tinggi dibanding dengan tananam
dewasa. Langkah-langkah biosintesis saponin belum dapat dijelaskan sampai
tingkat molekuler. Saponin triterpenoid, seperti sterol, disintesis dari asam
mevalonik melalui jalur isoprenoid.
2.2. Pengaruh Saponin pada Ternak
Para ahli nutrisi secara umum sepaham
bahwa saponin merupakan senyawa yang dapat mengganggu pertumbuhan dan kesehatan
ternak. Peran saponin pada tanaman sebagai bagian sistem pertahanan dapat
menunjukkan aktivitas Allelophatic, antimikroba, anti-jamur dan anti serangga. Bagi
ternak saponin dapat menjadi racun bagi ternak monogastrik yang bekerja sebagai
antipalatabilitas dan menurunkan kecernaan hijauan pada ternak ruminansia. Saponin
mempunyai pengaruh yang beragam terhadap jenis ternak yang beda. Saponin
mempunyai pengaruh yang lebih
menguntungkan pada ternak ruminansia dibanding pada ternak
non ruminansia. Disamping berpengaruh (positif atau negatif) terhadap ternak,
saponin juga berperang dalam bidang pengobatan dan kesehatan.
2.2.1 Pengaruh Terhadap Konsumsi dan
Pertumbuhan Ternak.
Saponin pada ternak unggas dapat menekan
pertumbuhan karena anorexia yang
terjadi akibat penghambatan enzim pencernaan. Saponin dapat menurunkan konsumsi
pakan, produksi telur dan menekan pertumbuhan. Pengaruh negative ini disebabkan
oleh beberapa sifat saponin. Penurunan konsumsi pakan yang mengandung saponin
disebabkan oleh rasa saponin, penurunan motilitas intestinal, penurunan kecernaan
protein dan kerusakan membran intestinal dan penghambatan pengangkutan nutrien.
Pengaruh negative penurunan konsumsi pakan berhubungan langsung dengan penurunan
produksi berupa pertambahan bobot badan dan produksi telur.
Saponin pakan sulit diserap oleh
jaringan sehingga pengaruh biologis. umumnya terjadi didalam saluran pencernaan,
terutama usus halus. Saponin dapat meningkatkan permeabilitas sel mukosa intestin,
menghambat transpor aktif zat makanan dan memudahkan masuknya substansi yang
dalam kondisi normal tidak dapat diserap. Saponin juga mempengaruhi morfologi sel
saluran pencernaan dan penyerapan asam empedu. Peningkatan permeabilitas
saluran pencernaan memungkinkan masuknya makro molekul seperti allergen yang menyebabkan reaksi alergi.
Kerusakan struktur dan peningkatan turnover sel mukosa usus halus menyebabkan
peningkatan kehilangan energi dan protein. Peningkatan kehilangan zat makanan merupakan
sebagain penyebab penurunan perumbuhan akibat saponin.
Saponin dapat mengganggu penyerapan
mineral dan vitamin dalam tubuh. Saponin dapat menekan konsentrasi Fe hati melalui
penyerapan Fe yang tidak sempurna dengan membentuk kompleks Saponin-Fe. Sponin
lucerne dapat meningkatkan ekskresi Fe dan Mg, serta menurunkan Ca dan Zn pada
plasma. Mekanisme kerja saponin pada usus halus belum sepenuhnya dipahami.
Saponin yang terkonsumsi bertemu dengan ligand potensial di dalam usus halus
seperti garam empedu, kolesterol, sterol membran sel mukosa dan zat makanan
ataupun antinutrisi, yang semuanya dapat menurunkan atau menghambat
efektifitasnya.
2.2.2. Pengaruh Terhadap Kecernaan
Protein Pakan dan Agen Defaunasi
Saponin mempunyai pengaruh yang lebih menguntungkan
pada ternak ruminansia dibandingkan pada ternak non ruminansia. Pemberian bahan
yang mengandung saponin dapat meningkatkan pertumbuhan, efisiensi pakan dan
kesehatan ternak. Saponin dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen dan
menurunkan degradabilitas protein dalam rumen. Sumber utama protein bagi ternak
ruminansia adalah protein pakan yang lolos dari degradasi di dalam rumen (UDP)
dan protein mikroba rumen. Peningkatan sintesis protein mikroba rumen dan
protein BY-PASS berarti meningkatkan pasokan nutrien ke dalam intestin.
Penurunan degradasi protein dalam rumen dapat
terjadi karena terbentuknya kompleks protein-saponin yang sedikit tercerna dan
terkait dengan kemampuan saponin sebagai agen defaunasi yang menyebabkan
penurunan total populasi protozoa rumen. Penurunan populasi protozoa dapat meningkatkan
aliran N bakteri rumen ke duodenum, karena pemangsaan protozoa terhadap bakteri
menurun tajam. Saponin dapat mengganggu perkembangan protozoa dengan terjadinya
ikatan antara saponin dengan sterol pada permukaan membran sel protozoa,
menyebabkan membrane pecah, sel lisis dan mati.
Keberadaan kolesterol pada membrane sel
eukariotik (termasuk protozoa), tetapi tidak terdapat pada sel bakteri
prokariotik, memungkinkan protozoa rumen lebih rentan terhadap saponin karena
saponin mempunyai daya tarik menarik terhadap kolesterol. Populasi bakteri
rumen tidak mengalami gangguan karena disamping bakteri tidak mempunyai sterol
yang dapat berikatan dengan saponin, bakteri mempunyai kemampuan untuk memetabolisme
factor antiprotozoa tersebut yang menghilangkan rantai karbohidrat.
Saponin ekstrak tanaman Yucca mempunyai
kemampuan untuk mengikat NH4, jika konsentrasi NH4 rumen meningkat dan
melepaskannya kembali pada saat konsentrasinya menurun. Mekanisme ini membantu
suplai NH4 yang terus menerus dalam jumlah cukup untuk sintesis protein
mikroba. Kemampuan saponin ini dapat diaplikalasikan pada ternak yang mendapat
pakan jerami amoniasi, karena disamping dapat meningkatkan persediaan nutrien
bagi bakteri rumen juga mengurangi kerusakan
lingkungan dengan mengurangi pelepasan NH4 ke udara.
2.2.3. Penyebab Bloat.
Bloat merupakan salah satu abnormalitas rumen
ternak ruminansia, terutama dijumpai pada ternak yang dipelihara pada pastura.
Bloat berasal dari interaksi yang kompleks antara faktor lingkungan, spesies
ternak, tanaman dan mikroba. Beberapa tanaman leguminosa ditenggarai merupakan
penyebab terjadinya bloat, karena mengandung saponin. Saponin, triterpenoid dan
steroid, merupakan bahan pembentuk buih di dalam rumen. Saponin didegradasi
oleh sejumlah bakteri yang menghasilkan lendir yang dianggap bertanggung jawab
terhadap pembentukan buih dalam rumen. Kasus bloat juga terkait dengan laju
aliran (Rate Of Passage) fase cair isi
rumen yang dipengaruhi oleh konsentrasi buih dalam rumen. Konsentrasi buih yang
tinggi dapat menurunkan laju aliran isi rumen, memungkinkan peningkatan
aktivitas mikroba dan produksi gas yang berperan dalam pembentukan buih yang
stabil.
2.2.4. Pengaruh Terhadap Reproduksi
Saponin mempunyai pengaruh negatif
terhadap reproduski ternak seperti aborsi atau kematian, menyebabkan steril dan
penghentian proses kebuntingan. Saponin berperan besar dalam pengeluaran hormon
luteinizing. Saponin steroid secara langsung menghambat kerja gen yang bertanggungjawab
dalam proses steroidogenesis dan menekan perkembangan sel granula yang diatur
oleh hormon perangsang folikel dalam ovarium. Mekanisme penekanan perkembang
biakan sel hampir mirip dengan mekanisme perkembangan sel tumor yang dirangsang
oleh saponin. Saponin mempunyai pengaruh yang saling positif dan negative pada
daya hidup sel sperma manusia. Saponin ginseng dapat meningkatkan motilitas
sperma sedang-kan saponin dari tanaman turi bersifat spermicidal pada dosis
1.0-1.3 mg/ml.
2.2.5. Aktivitas Antifungi
Saponin mempunyai tingkat toksisitas yang
tinggi melawan fungi. Aktivitas fungisida terhadap Trichoderma viride telah
digunakan sebagai metode untuk mengindtifikasikan saponin. Mekanisme kerja
saponin sebagai antifungi berhubungan dengan interaksi saponin dengan sterol
membran.
2.2.6. Aktivitas Antivirus
Bebarapa saponin dan sapogenin menunjukan
kemampuan menonaktifkan virus. Sapogenin triterpenoid asam oleanolic menghambat
penggandaan virus HIV-1 pada manusia dengan menghambat avtivitas protase HIV-1.
2.2.7. Antioksidan
Reaksi oksidasi memberikan pengaruh
biologi yang merugikan. Kelompok saponin yang dihasilkan legum, terutama
kelompok B soyasaponin, mengandung gugus antioksidan yang melekat pada atom C23
(Yoshiki dkk. 1998). Residu gula khas ini memmungkinkan saponin untuk mengacaukan
superoksida melalui pembentukan intermediate hidroperoksida, sehingga mencegah
kerusakan biomolekul oleh radikal bebas.
2.2.8. Metabolisme Kolesterol
Saponin dapat menurunkan tingkat kolesterol
darah dan jaringan ternak unggas dan mamalia tetapi belum dapat berhasil
menurunkan kolesterol telur. Sumber utama kolesterol telur adalah kolesterol
sintesis endogenous di dalam ovarium, sehingga penurunan kadar kolesterol darah
pada ayam petelur tidak menyebabkan penurunan kolesterol telur. Saponin mampu
menurunkan konsentrasi kolesterol serum darah dengan mengikat dan mencegah
absorbsi kolesterol karena interaksi saponin-kolesterol merupakan kompleks yang
tidak larut. Absorbsi kolesterol yang rendah menurunkan konsentrasi kolesterol
serum darah dan memaksa meningkatnya metabolisme kolesterol dalam hati.
Saponin juga dapat menguras kolesterol
darah dengan membatasi penyerapan kembali dan meningkatkan ekskresi. Namun
perlu diperhatikan bahwa penurunan konsentrasi kolesterol serum darah hanya
dapat terjadi jika terjadi hiperkolesterol dalam pakan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Saponin sebagai senyawa sekunder
metabolit tanaman mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap ternak dan manusia. Saponin dapat mengganggu pertumbuhan
ternak unggas tetapi memberikan pengaruh sedikit lebih menguntungkan pada
ternak ruminansia. Saponin mempunyai aktivitas farmakologis yang sangat berguna seperti sebagai anti
kolesterol, anti virus dan anti kanker.
3.2.
Saran
Makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan yang harus dibenahi. Mungkin dalam penyusunan selanjutnya, penyusun
dapat mencantumkan frekuensi banyaknya saponin dari hijauan yang masih mampu di
toleransi oleh ternak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Berber-Jimenez. 1993. Protein saponin
interaction and its influence on blood lipids. Journal Of Agricultural and Food
Chemistry
Francis, G., Z. Kerem, H.P.S. Makkar and
K. Becker. 2002. The Biological action of saponins in animal system: review.
Lubis, D. A. 1968. Ilmu pakan Ternak. P.T. Pembangunan. Jakarta.
Siregar,
M. E. 1989. Produksi hijauan dan nilai nutrisi tiga jenis rumput ennisetum dengan sistem potong angkut..
Pusliotbangnak. Bogor
Sutaryono,
Y. A. dan I. J. Partridge. 2002.Mengelola padang rumput alam di Indonesia Tenggara.
Acia
Riguera, R. 1997. Isolating bioactive
compounds from amrine organism. Journal Of Marine Biotechnology
Comments