Penyakit Bovine Leukosis Pada Sapi


BAB l
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Manajemen pencegahan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi merupakan satu upaya yang tidak dapat terpisahkan dari proses budidaya ternak sapi. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan memperhatikan perkandangan yang baik misalnya ventilasi kandang,lantai kandang,juga kontak dengan sapi lain yang sakit dan orang yang sakit. Sanitasi merupakan
usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur  faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan perpindahan dari penyakit tersebut. Prinsip sanitasi yaitu secara fisik,kimiawi, dan mikrobiologi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam sanitasi,yaitu:
Ø  Ruang dan alat yang akan di sanitasi
Ø  Metode sanitasi yang digunakan
Ø  Bahan zat kimia serta aplikasinya
Ø  Monitoring program sanitasi
Ø  Keterampilan pekerja

1.2 Tujuan
·         Mahasiswa mengetahui seluk beluk penyakit bovine leukosis
·         Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kulyah Ilmu Dan Teknologi Produksi Ternak Potong
1.3 Manfaat
·         Memudahkan kita terutama para petugas untuk mendiagnosa penyakit bovine lavigne
·         Mampu melakukan tindakan-tindakan baik tindakan pencegahan maupun pengendalian terhadap penyakit bovine leukosis



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Umum
Bovine leukosis adalah suatu penyakit viral yang di tandai dengan meningkatnya sel-sel leukosit dalam darah terutama sel leukosit berinti 1 (limfosit). Hal ini terjadi karena adanya rangsangan oleh agens penyakit ini pada jaringan limfatik sehingga sel-sel jaringan tersebut mengalami hipertropi (pembengkakan). Karena hipertropi dan ditambah dengan adanya penambahan sel (hiperplasia), maka manifestasi yang tampak berupa pembengkakan jaringan limfatik tersebut. Penyakit ini banyak menyerang sapi. Kambing, domba, babi dan kerbau juga merupakan  hewan yang dapat diserang walaupun kejadiannya lebih jarang.
Family: Retroviridae
Subfamily: Orthoretrovirinae
Genus: Deltaretrovirus
Species: Bovine leukemia virus
Gangguan umum misalnya kekurusan dan penurunan aktifitas kerja hewan disebabkan oleh menurunnya nafsu makan akibat gangguan sistem alat pencernaan. Penyakit ini dapat menyebar, baik secara horizontal maupun vertikal. Yang menjadi masalah dari penyakit ini ialah bagaimana mendiagnosa secara awal, sebab jika sudah timbul gejala berarti penyakit ini sudah parah.
Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa:
·         Kekurusan akibat nafsu makan yang menurun terus, menyebabkan kualitas maupun kuantitas daging menurun.
·         Penurunan aktifitas kerja.
·         Daging yang tidak boleh dikonsumsi jika ternak telah menunjukkan gejala klinis.


2.2  Etiologi
Bovine leukosis sporadik (BLS) kejadiannya jarang dan penyebabnya belum diketahui. Umumnya menyerang sapi-sapi yang masih muda, karenanya disebut juga dengan Bovine leukosis “juvenile”.
Penyebab Bovine leukosis enzootik (BLE) adalah jenis virus onkogenik yang mempunyai inti RNA (disingkat onkorna). Partikel-partikel yang dimilikinya berarti bertype C. Partikel inilah yang menyebabkan leukemia.
Beberapa faktor yang juga ikut mempengaruhi timbulnya penyakit ini antara lain umur, route, faktor kepekaan herediter ras, dan musim. Dari faktor umur penyakit ini digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
1.      Bentuk muda yang menyebar,menyerang sapi berumur dbawah 6 bulan.
2.      Bentuk timus,menyerang sapi umur 6 bulan – 2 tahun.
3.      Bentuk dewasa yang menyebar, biasa menyerang sapi-sapi berumur 4 – 11 tahun.
4.      Bentuk kulit, pada bentuk ini ternyata umur tidak spesifik sebab hewan yang dicoba ternyata berumur 10,15,dan 24 bulan, tetapi menunjukan gejala pada kulit.



2.3  Epidemiologi
Penyakit bovine leukosis pernah terjadi di denmark pada tahun 1960 ( Stougard dan Flensburg, 1976).
Tahun 1960 Britania Raya mengimpor sapi-sapi perah dari Canada yakni Canada Holstein. Ternyata pada tahun 1977 dapat dicatat bahwa pada sapi-sapi tersebut ditemukan gejala bovine leukosis, padahal tahun-tahun sebelumnya belum pernah dilaporkan. Tahun 1981 dilakukan survey dan pemeriksaan serologik terhadap sapi-sapi impor tersebut. Hasilnya dari 30.000 ekor sapi yang diperiksa terhadap reaktor ternyata hanya 67 ekor sapi yang positif reaktor, berarti hanya 0,23%. Ini terdapat pada sapi impor tersebut, sapi-sapi keturunannya, dan sapi-sapi yang berkontak dengannya (Robert & Bushnell, 1982).
Tahun 1982, gejala penyakit yang sama ditemukan juga pada sapi-sapi di Papua New Guinea, hingga sekarang ini penyakit bovine leukosis menyebar hampir ke seluruh dunia.
2.4  Patogenesis
Jenis virus onkogenik yang mempunyai inti RNA (disingkat onkorna). Partikel-partikel yang dimilikinya berarti bertype C. Partikel inilah yang menyebabkan leukemia, salah satu sifat virus BLE ini ialah membentuk syncytium pada target selnya. Sifat inilah yang menyebabkan virus ini dapat di deteksi secara syncytium assay. Target selnya dapat berupa sel-sel embrio sapi. Setelah virus ini masuk ke dalam tubuh, dia akan merangsang kerja jaringan limfatik sehingga menyebabkan bertumbuhnya secara abnormal jaringan tersebut. Keadaan inilah yang menyebabkan produk jaringan ini bertambah. Karena rangsangan yang terus-menerus, akibatnya sel-sel jaringan limfatik mengalami hipertropi. Karena hipertropi ditambah dengan hiperplasia (pertambahan sel), akibatnya seluruh jaringan limfatik tersebut membengkak. Manifestasi klinik yang tampak adalah pembengkakan organ-organ yang tersusun atas jaringan limfatik.
2.5  Gejala Klinis
Sebagaimana namanya, gejala yang utama terletak pada perubahan gambaran darahnya. Keadaan ini tak dapat dilihat  dengan mata telanjang, tetapi harus melaui teknik laboratorium. Gejala yang dapat dilihat dengan mata telanjang adalah gejala klinis.
Secara umum gejala klinik dari penyakit ini ialah tampak kurus pada ternak dan penurunan aktifitas ternak tersebut. Hal ini terjadi karena ternak tersebut kekurangan energi akibat penurunan nafsu makan dan gangguan alat pencernaan. Dari sejumlah penderita bovine leukosis, kira-kira 75-90% ternak kurang menunjukkan adanya pembesaran limfoglandula.
Klasifikasi bovine leukosis berdasarkan gejala klinisnya sebagai berikut:
Ø  Bovine leukosis sporadik
Biasanya hanya terlihat pada sapi-sapi muda. Sebagai gejala utama adalah pembengkakan seluruh limfoglandula secara simetris sampai 10x lebih besar dari normalnya. Gejala yang tampak:
a.       Timus ikut terinfeksi sehingga membengkak
b.      Kesulitan menelan akibat tekanan dari luar oleh pembengkakan limfoglandula terhadap esofagus.
c.       Anemia,nyeri pada tulang, ataupun sampai pada kepincangan akibat adanya infiltrasi sel-sel tumor yang menekan sum-sum tulang.





Ø  Bovine leukosis kulit
Gejala yang paling parah adalah tumbuhnya tumor pada permukaan kulit .
Seekor sapi dengan tumor kulit dan simpul getah bening.

Ø  Bovine leukosis enzootik
Gejala yang utama adalah limfoglandulomegali dengan pembesaran yang tidak teratur.keadaan ini disebabkan oleh adanya perkembangan yang neoplastik pada saluran sumsum punggung sehingga menekan syaraf pada tulang punggung.


Hipertrofi, kelenjar getah bening parotis dan submandibular prescapular, di sini ditandai dengan cat putih pada kulit, dalam kasus leukosis sapi enzootic. Kulit telah dipotong pada gambar sisi kanan, yang memungkinkan visualisasi langsung dari kelenjar getah bening.
Balai Penyedikan Penyakit Hewan Wilayah II Bukit Tinggi mengklasifikasikan  4 bentuk gejala , yaitu:
·         Bentuk syaraf
Gejala yang tampak berupa paralisis atau kepincangan. Hal ini terjadi karena penekanan tumor pada saraf perifer atau pada sumsum tulang belakang.
·         Bentuk alat peredaran darah
Perubahan yang terlihat dari bentuk ini adalah terjadinya perubahan denyut nadi dan hidroperikardium (penimbunan cairan di dalam kantong jantung). Perubahan denyut nadi yang terjadi berupa tachycardia (denyut yang cepat dan kuat), lebih kurang 96 kali denyut per menit. Hal demikian terjadi karena adanya tumor yang menekan kerja miokardium.
·         Bentuk alat pencernaan
Bila pertumbuhan tumor terjadi pada saluran pencernaaan sehingga system kerja alat pencernaan itu terganggu, maka manifestasi klinis yang tampak adalah turunnya nafsu makan (anoreksia). Juga penyerapan makanan terganggu yang menyebabkan diare.
·         Bentuk alat pernafasan
Terjadi bila kelenjar retrofaring membengkak dan menekan saluran pernafasan. Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah sesak nafas, tapi kadangkala terjadi sebaliknya yakni tachypneuea (nafas betambah cepat) atu juga terjadi hyperneuea (nafas dalam). Pertambahan kecepatan nafas dapat mencapai 36 kali per menit.

2.6  Diagnosis
Dengan mengetahui gejala klinis ataupun gejala patologi anatomis bovine leukosis, kita akan dapat menentukan apaka seekor hewan menderita penyakit ini atau tidak. Akan tetapi hal inipun belum dapat dipercayai 100% mengingat adanya gejala penyakit lain yang mirip (diagnosa differensial) dengan penyakit bovine leukosis ini.
Untuk mendiagnosa suatui penyakit, tidak akan terjadi problem jika yang sakit telah menunjukan gejala/kelainan yang jelas. Apalagi tidak disangsikan dengan penyakit lain. Untuk itulah dipakai cara diagnosa laboratorium.
·         Pemeriksaan hematologi
Yang dikerjakan dalam pemeriksaan ini adalah menghitung jumlah eritrosit, jumlah leukosit dan differensiasinya, konsentrasi hemoglobin dan PCV (Pack Cell Volume). Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel darah.
·         Pemeriksaan dengan isolasi virus
Bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah darah dan jaringan tumor.



·         Pemeriksaan serologik
Bahan yang digunakan adalah serum yang dikirim ke laboratorium dalam keadaan dingin. Teknik yang digunakan bisa dengan AGID test (Agar Gell Immuno Diffusion), CFT, atau juga dengan SIA ( Syncytia Infectivity Assay).
·         Pemeriksaan histopatologi
Bahan yang dipakai adalah potongan organ yang mengalami perubahan atau yang terinfeksi.

2.7  Terapi
Penyakit Bovine Leukosis belum ada obatnya,sehingga untuk mencegah penyakit ini masuk ke Indonesia, dilakukan dengan cara mengkarantinakan ternak sapi-sapi impor dan melakukan uji serologik dengan gel immunodifussion (AGID) tehadap penyakit ini dan memusnahkan ternak sapi yang positif terjangkit penyakit ini untuk menghindari penularan terhadap sapi-sapi lainnya.
2.8  Tindakan Pengendalian
Ø  Tidak mengimpor sapi-sapi dari daerah tertular
Ø  Karantina yang ketat dengan pemeriksaan laboratorium yang teliti terutama tehadap sapi-sapi impor.
Ø  Hewan yang positif secara serologik dagingnya dapat dikonsumsi, sedangkan yang sudah menunjukkan gejala klinis harus dimusnahkan.
 2.8 Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner
            Ternak yang menderita panyakit bovine leukosis telah dilarang keras untuk di konsumsi daging maupun susunya, karena dalam daging tersebut telah tercemar oleh virus golongan onkogenik yang berinti RNA dengan partikel type C, dengan perubahan-perubahan seperti bentuk daging, warna daging, warna susu yang di kuatirkan akan mengganggu kesehatan manusia atau lebih di kuatirkan bila penyakit ini akan berpindah ke manusia.
            Sampai sekarang ini penyakit bovine leukosis belum ditemukan di Indonesia,karena itu penting di lestarikan yakni dengan pengendalian dan pencegahan penyakit tersebut.


















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Penyakit bovine leukosis adalah penyakit yang ditandai dengan kenaikan jumlah leukosit yang beredar dalam darah yang diderita umumnya pada sapi.
            Penyebabnya adalah virus golongan onkogenik yang berinti RNA dengan partikel type C.
            Gejala klinis secara umum berupa kekurusan dan penurunan aktifitas hewan, rata-rata menunjukan kebengkakan organ yang tersusun atas jaringan limfatik. Kadang ada timpani rumen, disfagia, distensi V, jugularis, anemia, nyeri di tulang bahkan sampai pincang.
3.2 Saran
            Dalam pemeliharaan/budidaya peternakan yang wajib diperhatikan adalah kebersihan kandang, sehingga bibit penyakit,spora,bakteri dan virus tidak berkembang di areal kandang, serta memisahkan ternak yang terkena penyakit bovine leukosit dengan ternak yang sehat untuk mencegah penularan penyakit ini terhadap ternak lainnya.





DAFTAR PUSTAKA

Akosa,tribudi.1996.kesehatan ternak: panduan bagi petugas teknis ,mahasiswa, penyuluh dan peternak;kanisius. Yogyakarta.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Nusa Tenggara Barat. 2008. Situasi penyakit strategis di Nusa Tenggara Barat.
Utoma, hardjo.1996.jurnal ilmu ternak dan Veteriner.Yogyakarta, Kanisius
http//www.dpc.cdc.gov/dpdx. Image.antrax
http//www.ntb.litbang.deptan.go.id











Comments